Kamus Bahasa Jawa Banyumasan Ngapak

Posted by Ummu Nailah on

Kamus bahasa banyumasan yang lebih dikenal dengan istilah bahasa jawa ngapak resmi telah diterbitkan oleh Kemendikbud Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di tahun 2015 ini.

Asal usul sejarah bahasa dialek Ngapak tidak terlepas dari sejarah asal usul orang Banyumas. Setelah ditelusuri lewat Wikipedia, nenek moyang orang Banyumas berasal dari Kutai, Kalimantan Timur pada masa pra-Hindu.

Berdasarkan catatan Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum Masehi pendatang tersebut mendaratdi Cirebon kemudian masuk ke pedalaman. Sebagian menetap di Gunung Cermai dan sebagian lagi menetap di sekitar lereng Gunung Slamet serta lembah sungai Serayu.

Menurut sejarah, perkembangan bahasa Jawa menjadi berbagai tingkatan (Ngoko, Kromo, dan Kromo Inggil) merupakan produk budaya yang dipengaruhi oleh situasi/kondisi politik pada masa itu (Mataram).

Kamus Bahasa Jawa Banyumasan Ngapak Terbit


Kemungkinan karena posisi Banyumas diantara Sunda dan Mataram menjadikan bahasa Banyumas lebih netral/bebas dari pengaruh Mataram. Menurut Ahmad Tohari (Budayawan Banyumas), secara historis bahasa Jawa Banyumasan merupakan turun lurus (vertikal) dari bahasa Jawa Tengahan/Kawi.

Sedangkan bahasa Jawa Anyar logat Yogyakarta dan Surakarta merupakan turun menyamping (horisontal).

Bahasa Ngapak Banyumas


Ngapak merupakan dialek bahasa jawa yang biasa digunakan oleh orang jawa di beberapa daerah jawa tengah bagian barat seperti Banyumas, Cilacap, Tegal, Brebes, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara, sebagian daerah di Wonosobo, Pemalang, dan Pekalongan.

Beberapa kekhasan dialek ngapak bisa ditengarai dengan penggunaan huruf ‘a’ pada pengucapannya. Misalnya saja dibandingkan dengan orang Jogja saat mengucapkan ‘sapa’ (siapa) maka akan terucap ‘sopo’ , sedangkan dalam ngapak, kata tersebut tetap akan terucap dengan huruf ‘a’ yang jelas yaitu ‘sapa’.

Kekhasan lainnya yaitu aksen ‘k’ yang sangat terdengar mantap.

Kamus bahasa yang disusun awal oleh Budayawan Banyumas Ahmad Tohari dan kawan-kawan ini secara simbolis diserahkan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah Pardi Suratno kepada Bupati Banyumas Achmad Husein, Rabu tanggal empat Pebruari 2015.

Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah Pardi Suratno mengatakan bahwa selama ini pengajaran bahasa lokal Jawa banyak mengacu pada bahasa standar, yakni bahasa Jawa Surakarta.

Menurutnya hal ini menyebabkan kendala bahasa untuk belajar, membaca, dan berbicara dalam bahasa standar tersebut. Sementara di beberapa wilayah, juga ada bahasa daerah dengan dialek yang berbeda.

Untuk membangun sikap percaya diri dalam berbahasa jawa dialek lokal Pemerintah Provinsi memberi ruang untuk pemanfaatan dialek lokal, termasuk bahasa daerah di sekolah.

"Pak Ahmad Tohari sudah merintis kamus bahasa banyumasan ini, sebagai dialek bahasa Banyumasan yang memiliki wilayah pemakaian yang luas, perlu didokumentasi, salah satunya dokumentasi atas kosa kata untuk memperluas wilayah baca disertai padanan kata dan pengertian dalam bahasa Indonesia.

Kita masih beruntung masih memiliki tokoh memahami dan peduli terhadap bahasa Banyumasan seperti Pak Ahmad Tohari,” paparnya. Seperti dilansir dari tribunnews dengan judul pemberitaan Akhirnya Kamus Bahasa 'Ngapak' Banyumas Diterbitkan.

Bahasa Ngapak Banyumas

Pegawai Di Banyumas Wajib Berbahasa Banyumas Ngapak Setiap Hari Kamis


Achmad Husein selaku Bupati Banyumas menyambut baik terbitnya Kamus Bahasa Jawa Banyumasan. "Saya telah lama menantikan kepedulian pihak terkait dalam pelestarian dan pemanfaataan bahasa dialek Banyumasan, walaupun sejatinya buku semacam ini sudah dimulai oleh Pak Ahmad Tohari dan kawan-kawan, tetapi ini menjadi lain karena yang mengerjakan dari kementrian,” kata Achmad Husein.

Selain itu, kata dia, jika sejarah pemerintahan dan perjuangan bangsa telah banyak dipengaruhi oleh eksistensi bahasa dan budaya panginyongan, yang bersifat jujur dan apa adanya, antara hati, pikiran dan ucapan sama tidak ditutup-tutupi. Namun bahasa ngapak sering diasumsikan sebagai kaum rendahan.

"Bahkan ada stigma buruk yang menyudutkan eksistensi bahasa tok melong ini, hal ini terlihat dari pemosisian bahasa Jawa Banyumasan dalam masyarakat misal di televisi sering bahasa Jawa Banyumasan sebagai bahan lawakan," terangnya.

Dia mengaku, juga merasakan dalam keseharian masyarakat Banyumas semakin hari semakin sedikit yang bertutur dengan bahasa banyumasan.

“Untuk itulah saya mewajibkan setiap pegawai di Banyumas setiap hari Kamis wajib menggunakan bahasa Banyumasan,” katanya lagi.
Dia berharap, semoga penerbitan kamus bahasa Jawa Banyumasan ini dapat ‘mengentaskan’ bahasa Banyumasan, dari bahas stigma yang ada dan menjadikan bahasa kebanggaan masyarakat penuturnya khususnya masyarakat Banyumas.

"Mudah-mudahan kamus ini digunakan secara arif dan proporsional sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya penginyongan. Dan juga kita perlu terus mengupayakan agar generasi mendatang lebih mengenali dan mencintai tradisi dan budaya luhur wong pengiyongan melalui bahasa Banyumasan,” papar dia

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar