Penyebab Harga Elpiji 12 Kg Naik

Posted by Ummu Nailah on

Kenaikan harga elpiji 12 kg dari semula Rp 70.200/tabung menjadi Rp 117.708/tabung adalah merupakan keputusan dari PT Pertamina pertanggal 1 Januari 2014 kemarin. Tentunya hal ini sangat mengagetkan masyarakat dan rakyat Indonesia atas kenaikan harga elpiji sebesar 68% ini. Lalu apa yang menjadi penyebab mahalnya elpiji 12 kg ini yang telah diterapkan oleh Pertamina.

Ali Mundakir selaku Vice President Corporate Communication Pertamina menjelaskan tentang hal seputar mengapa pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 kg ini seperti yang dilansir dari laman website setkab go id tanggal 3 Januari 2014 ini. Kendati telah menaikkan harga rata-rata sebesar Rp 3.959/kg, PT Pertamina (Persero) mengaku masih "jual rugi" kepada konsumen Elpiji non subsidi kemasan 12kg sebesar Rp 2.100/kg. Bahkan jika ditotal selama setahun, Pertamina mengaku masih rugi Rp 5,7 triliun.

Penyebab Harga Elpiji 12 Kg Naik

“Dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12kg tahun 2013 yang mencapai 977.000 ton, di sisi lain harga pokok perolehan Elpiji rata-rata meningkat menjadi 873 dollar AS, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji non subsidi 12kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan”

Ali menyebutkan, harga jual elpiji yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.

“Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat," jelas Ali Mundakir.

Atas dasar itu, lanjut Vice President Corporate Communication Pertamina itu, terhitung mulai 1 Januari 2014 pukul 00.00, Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji non subsidi kemasan 12kg secara serentak di seluruh Indonesia, dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp3.959 per kg. Besaran kenaikan ditingkat konsumen akan bervariasi berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point).

Konsumsi elpiji 12 kg pada 2013 mencapai 977.000 ton. Dengan harga pokok elpiji (harga keekonomian) rata-rata meningkat US$ 873 serta nilai tukar rupiah yang terus melemah, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp 5,7 triliun. Setelah kini menaikkan harga, maka kerugian di 2014 bisa ditekan menjadi Rp 2 triliun.

Indonesia sebenarnya merupakan negeri yang amat kaya sumber daya alam gas. Cadangan gas bumi kita mencapai 152,89 triliun standard cubic feet (TSCF). Dengan produksi gas per tahun sebesar 471.507 MMSCF, maka gas di perut bumi kita bisa cukup dikonsumsi lebih dari 40 tahun ke depan. Kemungkinan cadangan gas tersebut akan terus bertambah dengan ditemukannya cadangan gas baru.

Seharusnya seluruh rakyat Indonesia bisa menikmati elpji dengan harga murah. Bukan hanya konsumen elpiji 3 kg subsidi saja, tapi konsumen non subsidi seperti 12 kg dan industri juga pantas mendapatkan harga murah. Bahkan Singapura rela membeli gas dengan harga mahal dari Indonesia, untuk kemudian dijual murah ke industrinya.

Lalu kenapa sebagai pemilik gas, rakyat Indonesia justru harus membayar mahal elpiji? Jawabannya adalah karena salah kelola sumber daya alam gas.

Bukan rahasia lagi kalau sebagian besar gas Indonesia justru diekspor, demi memenuhi kebutuhan industri negara lain. Sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pertamina justru melakukan impor.

Berdasarkan catatan Pertamina, 50 persen kebutuhan gas elpiji nasional masih diimpor dari negara lain. Terbesar dari Arab Saudi, khususnya dari perusahaan Saudi Aramco. Sehingga jika harga elpiji internasional naik, sesuai patokan contract price (CP) Aramco, maka harga elpiji dalam negeri juga naik.

Dampak kenaikan harga elpiji terhadap rakyat tentunya akan tidak sedikit, terutama rakyat kecil. Walaupun mungkin pertamina mengklaim elpiji 12 kg adalah pada dasarnya dimiliki kalangan menengah keatas, akan tetapi dengan melonjaknya harga yang terlalu tinggi tentunya hal ini akan membuat masyarakat akan lebih memilih membeli tabung elpiji 3 kg.

Atau juga tidak bisa dipungkiri dengan akan maraknya pembelian elpiji 3 kg dan dioplos oleh orang-orang yang tidak bertanggun jawab untuk dipindahkan ke tabung 12 kg dan kembali dijual. Tentunya ini juga akan memberikan keuntungan pada orang-orang yang tidak bertanggung jawab tersebut. Belum lagi efek nantinya kelangkaan tabung 3 kg juga dimungkinkan akan terjadi.

Padahal sebagian besar masyarakat Indonesia dengan ekonomi menengah kebawah adalah pengkonsumsi dan juga pengguna elpiji 3 kg yang masih mendapatkan subsidi dari Pemerintah.

Previous
« Prev Post

Tidak ada komentar:

Posting Komentar