Tes keperawanan di sekolah wacana yang banyak juga menuai kontroversi di kalangan masyarakat luas. Hal ini karena rencana diadakannya tes keperawanan oleh Dinas Pendidikan Kota Prabumulih Provinsi kalimantan Selatan baru-baru ini. Kontroversi tes keperawanan di sekolah ini juga telah banyak mendatangkan banyak kritikan, walaupun juga ada yang mendukung gagasan dan ide serta rencana tersebut.
Dasar rencana dan penyebab diadakannya tes keperawanan ini diungkap oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Widodo, Dinas Pendidikan Prabumulih prihatin karena adanya sejumlah kasus mesum yang melibatkan pelajar. Perbuatan mesum itu, kata guru Bimbingan Konseling SMA Negeri 3 Prabumulih Deny Trisna, kerap dilakukan di Lapangan Olahraga Prabujaya.
Mengenai masalah ini, Mentri agama juga menolak dan menentang rencana tersebut dengan tegas. Menurutnya, tes keperawanan terhadap para pelajar dinilai tidak etis, karena bisa berdampak pada psikologis yang siswi. "Menurut saya itu tidak tepat ada tes keperawanan seperti itu. Sudah jelas, saya tidak setuju karena tidak etis," tegas SDA, saat ditemui wartawan, di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Senin (26/8/2013).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengkritik rencana untuk diberlakukannya wacana tes keperawanan di dunia pendidikan ini. KPAI menilai, bila diterapkan, dunia pendidikan tidak ubahnya telah melakukan diskriminasi terhadap anak, yang semestinya tidak dilakukan oleh dunia pendidikan.
"Seharusnya setelah meratifikasi perlindungan anak, semestinya kita sebagai bangsa bukan makin mundur, akan tetapi lebih maju lagi,” kata Ketua Divisi Pengawasan KPAI, M. Iksan di Jakarta, Kamis (22/8).
Menurutnya, seharusnya pemerintah melindungi warganya, khususnya anak, bukan sebaliknya melakukan tindakan diskriminasi. “Seharusnya anak harus dilindungi tumbuh kembangnya. Dilindungi dari diskriminasi, berhak menyatakan pendapat, dan kepentingan dalam mengenyam dunia pendidikan," ucap Iksan.
Menurutnya, kepentingan anak semestinya dilindungi, bukan sebaliknya memojokkan dengan melakukan tindakan diskriminatif. Terlebih, dunia pendidikan harus lebih arif dalam memberikan perlindungan kepada anak.
"Dengan syarat masuk ke SMP/SMA dengan melakukan tes keperawanan maka melanggar prinsip-prinsio perlindungan anak. Saya pikir pemerintah daerah mengerti, apa yang dilakukannya tidak melabrak undang-undang diatasnya," beber Iksan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar